Islami


SEJARAH WAHABI

        Gerakan  Wahabi dipertalikan dengan nama pendirinya, yaitu Muhammad bin Abdul Wahab (1115-1201 H/1703-1787 M) dan nama itu diberikan lawan-lawanya semasa hidup pendirinya . Yang kemudia dipakai juga oleh penulis-penulis eropa. Nama yang dipakai oleh golongan wahabi adalah “golongan muwahhidin” (unitarians). Dan metodenya mengikuti jejak nabi Muhammad saw.mereka menganggap dirinya golongan ahlussunnah, yang mengikut pikiran-pikiran imam ahmad bin hambal yang ditafsirkan oleh ibnu taimiyah.
         Dia dilahirkan di uyainah, yaitu sebuah desa dekat najed, saudi arabia wilayah sebelah timur. Salahsatunya tempat belajarnya adalah kota madinah, pada syaikh sulaiman al-kurdi dan Muhammad al-khayyat as-sindi. Ia banyak mengadakan perlawatan dan sering berpindah-pindah dari satu negri ke negri yang lain. Empat tahun di basrah, lima tahun di baghdad, satu tahun di kurdestan, dua tahun di hamadan, kemudian pergi ke isfahan. Kemudian pergi ke Qumm dan kairo, sebagai penganjur aliran ahmad bin hambali.
         Setelah beberapa tahun mengadakan perlawatan, ia kemudian pulang kenegri kelahirannya, dan selama beberapa bulan ia merenung dan mengadakan orientasi, untuk kemudian mengajarkan paham-pahamnya, seperti yang dicantumkan dalam kitab karangannya Ma’a Aqidah al-salaf: kitab al-tauhid, tebal 105 halaman. Meskipun tidak sedikit orang yang menentangnya, antara lain dari kalangan keluwarganya seniri, namun dia mendapat pengikut yang banyak, bahkan banyak diantaranya dari luar ‘Uyainah.karena ajaran-ajarannya telah menimbulkan keributan-keributan di negerinya, dia diusir oleh penguasa setempat, kemudian dia bersama keluarganya pindah ke Dar’iyah, sebuah dusun tempat tinggi Muhammad bin sa’ud (nenek Raja Faisal) yang telah memeluk ajaran wahabi, bahkan menjadi pelindung dan penyianya.
Ada beberapa isu yang ditekankan sebagai ajarannya yang membedakannya dengan ajaran dengan gerakan islam yang lain, meliputi masalah tauhid, tawasaul,ziarah kubur, takfir, bid’ah,khufarat,ijtihad dan taqlid.
Tauhid merupakan tema pokok dalam doktrin wahabi. Dia berpendapat, keesaan Allah swt. Ditentukan dalam tiga bentuk. Pertama tauhid ar-rububiyah, penegasan keesaan Allah swt,  Dan tidakannya : tuhan sendiri adalah pencipta, penyedia dan penentu alam semesta. Kedua, tauhid al-asma wa al-siafat (keesaan nama dan sifatnya) yang berhubungan dengan sifat-siafat Allah swt. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada dilangit, semua yang ada dibumi, semua yang ada diantara keduanya dan semua yang dibawah tanah. (Q.s Thaha{20}:6). Aspek ketiga, tauhid illahiyah, menjelaskan bahwa Allah swt yang berhak disembah. Penegasan “tidak ada tuhan kecuali Allah swt. Dan Muhammad saw. Sebagai utusanNYa “berarrti bahwa semua bentuk ibadah dipersembahkan semata kepada Allah swt.; Muhammad saw tidak untuk disembah, tetapi sebagai Nabi, ia seharusnya dipatuti dan diikiuti.
                Wahabi menolak keras adanya Tawassul. Menurut pendapatnya, ibadah merujuk ucapan dan tindakan secara lahir dan batin yang dikehendaki dan diperintahkan Allah Swt walau meminta perlindungan kepada pohon, batu, dan semacanya adalah syirik. Dengan kata lain, tidak ada bantuan perlindungan ataupun tempat perlindungan kecuali Allah Swt. Kebiasaan mencari perantara dari kebiasaan orang suci( wali) yang telah meninggal adalah dilarang, seperti kesetiaan yang berlebihan tatkala mengunjungi makamnya. Memohon Nabi menjadi penghubung kepada Allah Swt juga tidak dapat diterima sebab Nabi tidak bisa memberi petunjuk kepada orang-orang yang dia inginkan unutk memeluk islam tanpa kehendak-Nya; Diapun tidak diperbolehkan meminta ampun bagi mereka yang syirik.
           Doktrin perantaraan(Tawassul) mendorong wahabiuntuk mengecam keras praktik ke kuburan dan bangunan ubah didekatnya, suatu yang banyak dilakukan. Awalny, Muhammad ibn ‘Abd al-wahhab membolehkan berkunjung ke kuburan, dengan syarat  dilakukan sesuai dengan ajaran islam yang sebenarnya, dan ini termasuk tindakan kebajikan serta patut dipuji,. Akan tetapi, wahabi percaya bahwa banyak orang telah mengubah doa bagi yang dikubur, menjadi tempat orang berkumpul untuk menyembah, pemujaan yang berlebihan terhadap jasad mereka yang memiliki reputasi sebagai wali, merupakan langkah pertama yang akan membawakan orang untuk kembali menyembah berhala seperti pada masa jahiliah. Untuk menghindari perbuatan syirik seperti ini, menurut wahabi, seluruh mahkam yang disucikan itu harus dihancurkan. Kaum wahabi berpendapat, kuburan harus diratakan dengan tanah, dan bahwa tulisan-tulisan, prasasti,serta hiasan-hiasan, ataupun penerangan dikuburan tersebut harus dihilangkan,. Kaum wahabi juba percaya bahwa mengaku sebagai muslim itu tidak cukup menjadi benteng agar terhindar dari syirik, seseorang yang telah mengucapkan syahadat, tetapi masih tetap mempraktikan syirik (seperti yang didefinisikan oleh kaum wahabi) dianggap kafir dan harus dibunuh.
         Bid’ah merupakan isu lain yang menjadi perhatian wahabi. Menurutnya bid’ah, adalah setiap ajaran atau tindakan yang tidak didasarkan pada Al-Qur’an,sunah Nabi, atau otoritas para sahabat Nabi. Muhammad ibn Abd al-wahhab menyalahkan semua bentuk bid’ah dan menolak pendapat yang mengatakan, bid’ah bisa jadi baik atau patut dipuji(bid’ah khasanah). Dia mengutip Al-Qur’an dan sunnah Nabi untuk mendukung pandangannya,.wahabi memandang sebagai bid’ah tindakan-tindaka seperti memperingati kelahiran Nabi,meminta perantaran para wali (tawassul), membaca Al-Fatihaa atas nama pendiri tarekat sufi sesudah menunaikan shalat jumat pada bulan Ramadhan.
        Konflik antara ijtihad dan taqlid adalah prinsip keenam yang menjadi perhatian wahabi. Menurut pendapatnya dan pengikut-pengikutnya, Allah memerintakan orang untuk hanya mematuhi-Nya dan mengikuti ajaran Nabi tuntutan wahhabi untuk mengikuti sepenuhnya Al-Qur’an dan sunnah sebagai semua muslim adalah segai penolak wahabi terhadap semua penafsiran imam mazhab empat, termasuk pandangan mazhab wahabi sendiri, yaitu mazhab hambali, yang dipandang tidak sesai dengan Al-Quran dan sunnah Nabi. wahabi mengembangkan prosedur-prosedur yang ketat untuk mengerahkan pembahasan mengenai masalah-masalah doktrinal. Untuk menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan persoalan agama, mereka pertama-tama mencari jawabannya pada ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist, dan menetapkan jawaban sesuai dengan kedua sumber tersebut. Apabila rujukan tidak ditemukan pada ayat-ayat tersebut, mereka mencari consensus di kalangan “kaum terdahulu yang sholeh”, khususnya para sahabat dan tabi’in, serta ijma para ulama; namun ijma’ dibatasi hanya yang sejalan dengan Al-Qur’an dan hadis.
Wahabi menolak pendapat yang menyatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Meskipun wahhabi mengikuti mazhab hambali, mereka tidak meneriam pandangan-pandangannya sebagai jawaban yang final. Apabila terdapat tafsiran mazhab hambali terbukti salah, pendapat itu harus ditinggalkan. Untuk mendukung pendapatnya mazhab, kaum wahabi mengutip ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukan bahwa Al-Qur’an dan hadist sebagai satu-satunya dasar penetapan hukum islam. Dan wahhabi menjadi kekuatan keagamaan dan politik yang dominan di jazirah arab sekitar 1746, ketika Al-sa’ud memadukan kekuatan politik dan ajaran wahabi. Satu demi satu kerajaan jatuh oleh serngan kekuatan arab saudi. Pada 1773, kerajaan riyadh jatuh dan kekayaannya digabungkan oleh bendaharawan Al-Dar’iyah, al-sa’ud dan wahabi. Dengan jatuhnya riyadh, sebuah tatanan baru pun berdiri di jazirah Arab, yang mengantarkan priode pertama negara arab saudi dan memantapkan wahabi sebagai kekuatan keagamaan dan politik terkuat di jazirah arab selama abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dewasa ini bnayak prinsip wahabi yang mengilhami kehidupan hukum dan sosial di kerajaan Arab Saudi.   
2.       Ajaran dan pen rannya yeba
            Telah dimaklumi, bahwa gerakan wahabi mendobrak masalah yang dianggapnya takhayyul, bid’ah, dan khurafah (tbc). Ia merupakan kelanjutan dari aliran salaf, yang berpangkat kepada pikiran-pikiran Ahmad bin hambal dan yang kemudian direkonstruksikan oleh ibnu taimiyah, bahkan aliran wahabi telah menerapkannya dengan lebih luas dan dengan memperdalam arti bid’ah, sebagai akibat dari keadaan masyarakat dan negeri saudi arabia yang penuh dengan aneka bid’ah, baik yang terjadi pada musim upacara agama ataupun bukan. Muhammad bin Abdul Wahab sendiri telah mempelajari ajaran-ajaran ibnu taimiyah, tertariklah dia dan kemudian mendalaminya serta merealisasikannya dari sekadar teori sehingga menjadi satu kenyataan.
          Akidah-akidah yang pokok dalam aliran wahabi pada hakikatnya tidak berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh ibnu taimiyah. Perbedaan yang ada, hanya ada pada melaksanaan dan menafsirkan beberapa tertentu. Akidah-akidahnya dapat disimpulkan dalam dua bidang, yaitu bidang “Tauhid” (pengesaan) dan bidang “bid’ah”.
         Dalam bidang ketauhidan mereka berpendirian sebagai berikut ;
a.       Penyembahan kepada selain Allah swt.adalah salah, dan siapa yang berbuat demikian dia bunuh.
b.      Orang yang mencari ampunan Allah swt, dengan mengunjungi kuburan orang-orang saleh (wali), termasuk golongan musyrikin.
c.       Termasuk dalam perbuatan musyrik membuatkan pengantar kata dalam shalat terhadap nama Nabi-nabi atau wali atau malaikat (seperti sayidina Muhammad).
d.      Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak didasari atas Qur’an dan sunnah, atau ilmu yang bersumber kepada akal-pikiran semata-mata.
e.      Termasuk kufur dan ilhad juga mengingkari “qadar” dalam semua perbuatan dan penafsiran Al-Qur’an dengan jalan ta’wil.
f.        Dilarang memaki pegangan buah tasbih dan dalam mengucapkan nama Allah swt. Dan doa-doa (wirid) cukup dengan menghitun g kerata jari.
g.       Sumber syari’at islam dalam soal halal dan haram, hanyalah Al-Qur’an semata dan sumbewr lain sesudahnya ialah sunnah rasul. Pendapat ulama mutakalimin dan fuqaha’ tentang halal dan haram tidak menjadi pegangan, selam tidak didasarkan atas kedua sumber tersebut.
h.      Pintu ijtihad tetap terbuka dan siapapun boleh melakukan ijtihad, asal sudah memenuhi syarat-syaratnya.
     
          Hal-hal yang dipandang bid’ah oleh merekan dan harus diberantas antara lain berkumpul-kumpul untuk melaksanakan mauludan, orang wanita mengiring jenazah, mengadakan khalaqah (pertemuan) zikir, bahkan merekan merampas kitab-kitab yang berisis tawassulat, seperti dalaili khairat dan sebagainya. Mereka tidak cukup sampai disitu, bahkan kegiatan sehari-hari bisa dikategorikan sebagai bid’ah, seperti roko, minum kopi, memakai pakain sutera bagi orang laki-laki; bergambar(foto);mencelup(memacari) jempol; memakai cincin dan lain-lainnya yang termasuk dalam soal-soal yang kecil dan yang tidak mengandung atau mendatangkan paham keberhalaan.

               Kalau Taqiyuddin Ahmad ibnu taimiyah (1263-1328 M), sebagai pembangun aliran salaf, menanamkan faham-fahamnya dengan cara menulis buku-buku dan mengadaka tukar  pikiran serta perdebatan, maka aliran wahabi dalam menyarakan ajaran-ajarannya memakai kekerasan  dan memandang orang-orang yang tidak mengikuti ajaran-ajarannya sebagai ahli bid’ah yang harus diperangi, sesuai dengan prinsip “amal ma’ruf nahi munkar”. Karena radikalnyan maka wahabi dipandang sebagai reinkarnasi khawarij.

            Untuk melaksanakan maksud ini Muhammad ibn Abdul Wahab sendiri bekerja dengan pangeran Muhammad bin saud (wafat 1765 M dan menggantikan ayahnya pada 1724 M), penguasa   di dar’iah pada waktu itu, yang telah memeluk ajaran-ajarannya dan juga yang mengawini anaknya. Sejak saat itu kekuatan senjatalah yang dipakai oleh faham wahabi dan para penyiarannya. Dan Muhammad bin abdul Wahab merasakan sendiri bahwa khurafat-khurafat yang menimpa kaum muslimin dinegerinya, bukan saja terbatas kepda pemujaan kuburan-kuburan, sebagai tempat orang –orang saleh, dan memberikan nazar karenanya, tetapi juga menjalar kepada pemujaan benda-benda mati. Sebagai anak negeri tempat kelahirannya, yaitu yamamah atau riyadh sekarang, memuja sebuah pohon korma, karena dianggap oleh mereka dapat memberikan jodoh. Tempat ia memulai melancarkan dakwahnya, senang mengunjungi gua yang terletak disana. Perbuatan tersebut dipandang olehnya sebagai perbuatan syirik. Karena itu ia menyerukan untuk tidak menziarai kuburan, kecuali untuk mencari teladan, bukan untuk mencari syafaat dan tawassulat.

        Dan tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukannya pertama-tama ialah memotong pohon korma yang dianggap keramat. Kemudian setiap kali golongan wahabi memasuki suatu tempat atau kota mereka membongkar kuburan dan diratakan dengan tanah. Bahkan masjid-masjid pun turut dibongkar, sehingga penulis-penulis eropa menyebutkan mereka sebagai “pemleh biasa, bongkar tempat-tempat ibadah” (huddamul ma’abid), sebutan ini menurut syaikh abu zahra, tidak tepat, karena bukan masjid itu sendiri yang dirusak, melainkan masjid-masjid yang didirikan di atas atau di samping kuburan.tindakan mereka tidak hanya terbatas kepada pembongkaran kuburan para wali-wali atau orang-orang saleh biasa, tetapi lebih jauh lagi. Ketika mereka dapat menguasai makkah, banyak tempat-tempat yang bersejarah dimusnakan, seperti tempat kelahiran Nabi Mmuhammad saw, Abu bakar ra, dan ali r. Ketika mereka sampai di mdinah, kuburan sahabat-sahabat Nabi di Baqi’ dirataka dengan tanah dan cukup diberi tanda-tanda. Kubur Nabi saw. Sendiri hampir mengalami nasib yang sama, kalau sekiranya mereka tidak takut akan kemarahan dunia islam. Terhadap kuburan Nabi saw. Mereka cukup menghilangkan hiasan-hiasan yang ada padanya dan melarang panggantian selubungnya yang baru.
   
   Akan tetapi, gerakan wahabi yang bercorak agama ini dan yang bertulang-punggungkan kekuatan Raja Muhammad bin saud, dipandang oleh penguasa (khalifah) usmaniyah di turki yang menguasi negeri arabia pada waktu itu, sebagai perlawanan dan pembrontakan terhadap kekuasaannya, olehkarena itu, penguasa tersebut mengirimkan tentaranya ke negeri Arabia untuk menumpas gerakan tersebut.dan maksud itu tidak berhasil, kemudian diserakan penumpasan-penumpasannya kepada Muhammad Ali, Gubernur turki di Mesir, dan ternyata tentaranya yang kuat dapat mengalahkan golongan wahabi serta dapat melumpuhkan kekuatannya. Sesudah itu gerakan wahabi terbatas dipedalaman suku-suku Arab dengan kota riyadh sebagai pusatnya, yang kadang-kadang menurun kalau mendapat perlawan yang keras. Dengan kemunduran khilafah turki, maka gerakan tersebut menjadi kuat, sehingga menjadi aliran-aliaran resmi negeri saudi Arabia sampai sekarang ini.
3.       Kritik terhadapnya
           Sebagai kelanjutan dari faham aliran salafi, yang mengambil pokok-pokok akidahnya dari Al-Qur’an dan hadis, pada tiap-tiap gerakan baru yang disertai kekerasan, maka terhadap aliran paham Wahabi juga terdapat beberapa kritikan.

          Pertama-tama ialah bahwa paham Wahabi tidak mengenal (tidak merewes )perasaan kaum muslimin, sebab kaum muslimin di mana pun juga berbangga dengan kuburan Nabinya dan mencintai sahabat-sahabatnya. Penelanjangan kuburan Nabi dari hiasan-hiasan yang dapat menimbulkan perasaan puas pada waktu menziarahinya. Kesemuannya cukup menimbulkan kebencian kaum muslimin terhadap paham Wahabi, di mana keadaan tersebut disalahgunakan oleh penulis-penulis barat, untuk lebih mempertajam rasa permusuhan dikalangan kaum muslimin dan mempertalikan beberapa perbuatan, kepada golongan wahabi yang sebenarnya mereka sendiri tidak mesti memperbuatnya.

        Kritik yang lain ialah bahwa paham Wahabi melalaikan kemajuan mental dan pikiran di negeri mereka sndiri serta tidak berusaha, mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan zaman, sedangkan ajaran-ajaran islam sebenarnya tidak menghalang-halanginya, bahkan selalu mengajurkan. Kritik-keritik tersebut tidak berarti mengurangi penghargaan terhadap pribadi Muhammad bin Abdul Wahab yang berjuang untuk keagungan akidah islam dan pembersihan noda-noda yang meliputinya.dia sendiri juga hanya menyodorkan ajaran-ajarannya kepada orang lain untuk di taatinya, baik dengan paksa atau suka rela.keagungaan terhadap Muhammad bin Abdul Wahab tidak hanya datang dari kaum muslimin sendiri, bahkan seorang ahli ketimuran, yaitu dozy( Belanda, wafat 1883 M), mengatakan sebagai berikut; “Martin Luther, pembaru dari dari golongan protestan, telah menyatakan pembrontakannya terhadap bid’ah yang menyelinap dalam agama masehi. Muhammad bin Abdul Wahab juga mengatakan pembrontakan yang sama terhadap bid’ah yang amsuk kedalam islam.

      Bagaimana juga, aliaran Wahabi termasuk golongan salaf, sedangkan golongan salaf termasuk Ahlussunnah dari Ahmad bin hanbal (780-855 M). Karena itu fham wahabi termasuk aliran Ahlussunah, namun tidak sama dengan yang diamalkan dikalangan Asy’ariyah maupun maturudiyah.  Dan keritik berupa lisan antara lain dilontarakan Syaikh ja’far subhani, namun dengan kritikan-kritikan yang tidak emosional. Sayyid Ahmad Zayin Dahlan mengkritik Wahabi yang telah melakukan kekrasan sesama muslimin. Sedangkan Syaikh Dawud Bin sulaiman al-bagdadi dalam sanggahannya di kitab al-minhah al-Wahabi Fi Radd al-Wahabiyah dengan cara meng-countermasalah yang di tentang paham wahabi dengan argumentasi yang cukup. Koreksi paham Wahabi terhadap perilaku keagamaan masyarakat waktu itu, yang dampaknya masih kita rasakan sampai sekarang, memang tidak semuanya salah , terutama dalam amar ma’ruf nahi munkar meluruskan perilaku keagaamaan sesama Muslim sangat diperlukan kearifan (bil-hikmah), bukan dengan cara kekuatan dan kekerasan, tanpa memegang perasaan pihak lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERAN MAHASISWA DALAM MENCARI SOLUSI PENGEMBANGAN

PERAN MAHASISWA DALAM MENCARI SOLUSI PENGEMBANGAN BUDAYA JAWA MAKALAH Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah : Islam dan B...