KEBIJAKAN POLITIK
DINASTI UMAYYAH
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun
guna memenuhi tugas
Mata
Kuliah : Sejarah Peadaban Islam
Dosen Pengampu : Dr. H. Nasihun Amin, M. Ag
Disusun
oleh
Srie
Wulandani 1604026040
JURUSAN
ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bani
Umayyah adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafa ar-Rasyidin yang
memerintah dari 661-M sampai 750-M di Jazirah Arab dan sekitarnya, serta dari
756-M sampai 1031-M di Cordova, Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada
Umayyah Bin ‘Abd as-Syam, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu
Mu’awiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Mu’awiyah.
Bani
Umayyah memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi penguasa yang sudah
terpendam sejak dulu. Ambisi ini ada karena Bani Umayyah menganggap keturunan
mereka berasal dari golongan bangsawan, terhormat dan mempunyai kekayaan yang
melimpah. Namun kenyataanya Bani Umayyah tidak berhasil, karena Bani Umayyah tidak
memperoleh popularitas dilngkungan penduduk Arab, tidak seperti layaknya Bani
Hasyim yang berhasil memperoleh popularitas di lingkungan penduduk Arab.
Sebagai akibat ambisi yang tidak kesampaian, maka terjadilah persaingan antara
Umayyah dengan pamannya Hasyim bin Abd al-Manaf. Kondisi ini justru semakin
menyudutkan citra Bani Umayyah dimata masyarakat Arab.
Walau
demikian akhirnya ambisi untuk menjadi penguasa dari keturunan Bani Umayyah ini
tercapai juga oleh keturunan Bani Umayyah yang bernama Mu’awiyah Bin Abi
Sufyan. Bani Umayyah berkuasa setelah kepemimpinan Khulafa ar-Rasyidin.
Mengalir
dari uraian di atas, maka tinjauan sejarah dalam tulisan makalah ini akan
membahas tentang masa kelahiran, sistem politik Dinasti Umayyah, dan kebijakan
politik Dinasti Umayyah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Sejarah lahirnya Dinasti Umayyah ?
2.
Bagaimana
kah sistem politik Dinasti Umayyah ?
3.
Kebijakan
politik apa saja yang dilakukan Bani Umayyah ?
4.
Indikasi
yang mempengaruhi keberhasilan dan kemunduran Dinasti Umayyah
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah
lahirnya Bani Umayyah.
2. Untuk mengetahui sistem yang di terapkan
Bani Umayyah dalam kebijakan politik.
3. Untuk mengetahui kebijakan politik Bani
Umayyah dalam Peradaban Islam.
4. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan dan kemunduran Dinasti Umayyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah lahirnya Dinasti Umayyah
Sejarah berdirinya Daulah Umayyah berasal dari nama Umayyah
Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, yaitu salah seorang dari pemimpin kabilah
Quraisy pada zaman jahiliyah. Bani Umayyah baru masuk agama Islam setelah
mereka tidak menemukan jalan lain selain memasukinya, yaitu ketika Nabi
Muhammad SAW berserta beribu-ribu pengikutnya yang benar-benar percaya terhadap
kerasulan dan kepemimpinan yang menyerbu masuk ke dalam kota Makkah. Memasuki
tahun ke 40 H/660 M, banyak sekali pertikaian politik dikalangan ummat Islam,
puncaknya adalah ketika terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh Ibnu
Muljam. Setelah Khalifah terbunuh, kaum muslimin diwilayah Iraq mengangkat
al-Hasan putra tertua Ali sebagai khalifah yang sah. Sementara itu Mu’awiyah
sebagai gubernur propinsi Suriah (Damaskus) juga menobatkan dirinya sebagai
Khalifah.
Kenaikan Muawiyah muncul saat kepemimpinan Ali ibn abi
Thalib. Dimana kebijakan-kebijakan Ali ibn Thalib mengakibatkan timbulnya
perlawanan dari gubernur di Damaskus, Muawiyah, yang di dukung oleh sejumlah
bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah
berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah, dan Aisyah. Ali bergerak
dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertermu
dengan pasukan Muawiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal
dengan nama Perang Shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbritase), tapi tahkim
ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij
orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan
Ali ibn Abi Thalib, umat Islam tepecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Muawiyah,
Syi’ah (pengikut) Ali, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan
Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok al-Khawarij
menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu’awiyah semakin kuat.
Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota
khawarij.
Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya
Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan ternyata lemah, sementara
Muawiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini
dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di
bawah Muawiyah ibn Abi Sufyan. Di sisi lain, perjanjian itu juga menyebabkan
Muawiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H(661 M), tahun persatuan
itu dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama’ah. Dengan demikian, berakhirlah
apa yang disebut dengan masa Khulafaur Rasyidin dan dimulailah kekuasaan Bani
Umayyah dalam sejarah politik Islam.
Dikarenakan Hasan
ternyata lemah sementara Mu’awiyah -bin Abi Sufyan bertambah kuat, maka Hasan
bin Ali menyerahkan pemerintahannya kepada mu’awiyyah bin Abi Sufyan. Mu'awiyah
sebagai pendiri dinasti
Umayyah adalah
putra Abu Sufyan, seorang pemuka Quraisy yang menjadi musuh Nabi Muhammad saw.
Mu'awiyah dan keluarga keturunan Bani Umayyah memeluk Islam pada saat terjadi
penaklukan kota Makkah. Nabi pernah mengangkatnya sebagai sekretaris pribadi
dan Nabi berkenan menikahi saudaranya yang perempuan yang bernama Umi Habibah.
Karier politik Mu'awiyah mulai meningkat pada masa pemerintahan Umar Ibn
Khattab. Setelah kematian Yazid Ibn Abu Sufyan pada peperangan Yarmuk,
Mu'awiyah diangkat menjadi kepala di sebuah kota di Syria. Karena keberhasilan
kepemimpinannya, tidak lama kemudian dia diangkat menjadi gubernur Syria oleh
khalifah Umar. Muawiyah konflik dengan khalifah Ali untuk mempertahankan
kedudukannya sebagai gubernur Syria. Sejak saat itu Mu'awiyah mulai berambisi
untuk menjadi khalifah dengan mendirikan dinasti Umayyah. Strategi Muawiyah
selama menjabat sebagai gubernur Syria, giat melancarkan perluasan wilayah
kekuasaan Islam sampai perbatasan wilayah kekuasaan Bizantine. Pada masa
pemerintahan khalifah Ali Ibn Abu Thalib, Mu'awiyah terlibat telah menurunkan
Hasan Ibn Ali, Mu'awiyah menjadi penguasa seluruh imperium Islam, dan
menaklukan Afrika Utara merupakan peristiwa penting dan bersejarah selama masa
kekuasaannya.
- Sistem politik Dinasti Umayyah
Memasuki masa
kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah, pemerintahan yang
bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun menurun).
Kekhalifahan Muawiyah diperoleh diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan
tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi secara turun
temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan
setia kepada anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan
Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah namun Dia memberikan
interpretasi baru dari kata kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia
menyebutnya “Khalifah Allah” dalam pengertian “Penguasa” yang di angkat oleh
Allah.
Kekuasaan Bani
Umayyah berumur kurang lebih dari 90 tahun. Ibu kota Negara dipindahkan
Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur
sebelumnya. Suatu kota tua di negeri Syam yang telah penuh dengan
peninggalan-peninggalan kebudayaan maju sebelumnya.
Khalifah-khalifah
besar dinasti Bani Umayyah ini adalah Muawiyyah ibn Abi Sufyan (661-680 M), Abd
Al-Malik ibn Marwan (685-705 M), Al-Walid ibn Ibnu Malik (705-715 M), Umar ibn
Abd al-Aziz (717-720 M), dan Hasyim ibn Abd Al-Malik (724-743 M). Ekspansi yang
terhenti pada masa khalifah Utsman dan Ali dilanjutkan kembali oleh dinasti
ini. Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukan. Di sebelah timu, Muawiyah
dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke
Kabul.
- Kebijakan Politik Dinasti Umayyah
Muawiyah, dialah
pendiri proyek pembentukan armada laut pertama dalam Islam pada masa
kekhalifahan Utsman bin Affan. Imam al-Bukhari meriwayatkan dengan sanad dari
Ibnu Abi Malikah yang berkatan, “Muawiyah melakukan shalat witir satu rakaat
setelah isya. Di samping Muawiyah ada seorang budak milik Ibnu Abbas. Ibnu
Abbas lantas mendatangi budak itu dan berkata kepadanya, ‘Bersikaplah
hati-hatilah (sopan santun) kepadanya, karena dia sahabat Rasulullah’’’.
Masyarakat
merasakan kehidupan yang aman dan tenang pada masa Muawiyah. Kekuatan militer
kaum muslimin meningkat dan penaklukan semakin meluas. Akan tetapi kota-kota di
Iraq yang bergabung dengan Kufah, Basrah, dan sekitarnya masih mengalami
konflik. Penduduk kota tersebut masih berhadapan dengan provokasi dan fitnah
hinggal jamaah muslimin terpecah belah. Jika yang datang kepada mereka pejabat
yang lembut, mereka akan menindasnya dan melakukan gerakan makar. Jika yang
datang kepada mereka pejabat yang kuat, mereka takut kepadanya, selalu
mendengar dan selalu taat. Oleh sebab itu ketika Al-Mughirah bin Syubah menjadi
pejabat di kota-kota tersebut (sejak tahun 41 H sampai 49 H), Ia mampu mengatur
masyarakatnya dengan sikaf arif, tegas dan keras sesuai kondisi yang ada.
Setelah Al-Mughirah meninggal dunia, Muawiyah memlih Ziyad bin Abihi (tahun 50
H) menggantikan Al-Mughirah.
Pada masa
Muawiyah, pasukan armada laut mencapai 1700 armada yang lengkap. Muawiyah
menyusun pasukan untuk menyerang Romawi dengan pola pasukan musim panas dan
pasukan musim dingin. Penaklukan terhadap Konstantinopel pertama kali dilakukan
pada tahun 48 H. Ada juga yang menyatakan pada tahun 52 H. Muawiyah
memerintahkan anaknya, Yazid untuk bergerak menaklukan Konstantinopel maka
Yazid pun bergerak. Dan, serangan kali ini tidak berhasil.
Pada tahun 53 H,
penaklukan terhadap Konstantinopel diupayakan lagi dengan mengirimkan pasukan
yang dipimpin pleh Fadhalah bin Abid Al-Ansari. Pengepungan terus berlangsung
selama 5 tahun sampai 58 H. Akan tetapi penaklukan ini pun tidak berhasil.
Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantum, dan
Konstatinopel.
Ekspansi ke
wilayah Timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd
Malik. Dia mengirim tentara menyebrangi sungai Oxus dan dapat berhasil
mendudukan Balkh, Bukhara, Khawarij, Ferghana, dan Samarkhand. Tentaranya
bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab
sampai ke Maltan. Ekspansi ke wilayah Barat secara besar-besaran dilanjutkan di
zaman Al-Walid Ibn Malik. Masa
pemerintahan Walid adalah masa kententeraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat
Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang
lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara
menuju wilayah Barat Daya benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. setelah
Al-Jazair dan Marokko dapat ditundukan, Thariq bin Ziyad pemimpin pasukan Islam
dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan benua
Eropa dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar
(Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian Spanyol
menjadi sasaran ekspanasi selanjutnya. Pasukan Islam memperoleh kemenangan
dengan mudah karena mendapatkan dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama
menderita akibat kekejaman penguasa. Di zama Umar ibn Abd Aziz, serangan di
lakukan ke Prancis melalu pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd
Al-Rahman ibn Abdullah Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers.
Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di
luar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol.
Di samping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut
Tengah juga jatuhn ke tangan Islam pada
zaman Bani Umayyah ini.
Dengan
keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di Timur maupun Barat, wilayah
kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah
itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak,
sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan,
Pukmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
Di samping
ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di
berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu
dengan menyediakan kuda yang lengkap serta peralatannya di sepanjang jalan. Dia
juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak uang. Pada masanya,
jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai
berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis
dibidangnya. Abd Al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai
di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu dia mencetak uang tersendiri
pada tahun 659 M dengan memakai
kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abd Al-Malik juga berhasil melakukan
pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi administrasi pemerintah Islam. Keberhasilan Khalifan Abd
Al-Malik diikuti oleh putranya. Al-Walid ibn Abd Al-Malik (705-715 M) seorang
yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun
panti-panti untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang
humanis ini digaji oleh Negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan
raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik,
gedung-gedung pemerintahan, dan masjid-masjid yang megah.
Meskipun
keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik
dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak menaati isi perjanjiannya
dengan Hasan ibn Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan
pergantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam.
Deklarasi pengangkatan anaknya, Yazid sebagai putra mahkota menyebabkan
munculnya gerakan-gerakan oposisi dikalangan rakyat yang mengakibatkan
terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
Ketika Yazid
naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia
kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada Gubernur Madinah, memintanya
untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua
orang terpaksa tunduk. Kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair.
Bersamaan dengan itu, Syi’ah (pengikut Ali) melakukan konsolidasi
(penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh
Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Makkah ke Kufah atas
permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah ini tidak
mengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein
ibn Ali sebagai Khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbela,
sebuah daerah di dekat Kufah, tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati
terbunuh. Kepalanya di penggal dan dikirim ke Damaskus, dan sedangkan tubuhnya
dikubur di Kaberla. [Hassan Ibrahim hasan, op. cit., hlm. 69]
Abdullah ibn
Zubair membina oposisinya di Makkah setelah dia menolak sumpah setia kepada
Yazid. Akan tetapi dia menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah
setelah Husein ibn Ali terbunuh. Tentara Yazid kemudian mengepung Makkah. Dua
pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun peperangan terhenti
karena Yazid wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus. Gerakan
Abdullah ibn Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abd Al-Malik.
Tentara Bani Umayyah dipimpin Al-Hajjaj berangkat menuju Thaif, kemudian ke
Madinah dan akhirnya meneruskan perjalanan ke Makkah. Ka’bah diserbu. Keluarga
Zubair dan sahabatnya melarikan diri. Sementara Ibn Zubair sendiri dengan gigih
melakukan perlawanan sampai akhirnya terbunuh pada 73 H/ 692 H.
Selain
gerakan-gerakan diatas, gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan kelompok
Khawarij dan Syi’ah juga dapat diredakan. Keberhasilan memberantas
gerakan-gerakan itulah yang membuat orientasi pemerintahan dinasti ini dapat
diarahkan kepada pengaman daerah-daerah kekuasaan di wilayah Timur (meliputi kota-kota
sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan
untuk menaklukan Spanyol.
Hubungan
pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar
ibn Abd Al-Aziz (717-729 M). Ketika dinobatkan sebagai Khalifah, dia menyatakan
bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih
baik daripada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah
pembangunan dalam negeri. Meskipun pemerintahannya sangat singkat, dia berhasil
menjalin hubungan dengan baik dengan golongan Syi’ah. Dia juga memberi
kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan
dan kepercayaannya. Pajak di peringan, kedudukan mawali disejajarkan dengan Muslim Arab.
Sepeninggal Umar
ibn Abd Al-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah berada dibawah khalifah Yazid ibn Abd
Al-Malik (720-724 M). Penguasa satu ini sangat gandrung pada kemewahan dan
kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam
ketentraman, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan
kepentingan etnis politik. Maysarakat menyatakan konfrontasi terhadap
pemerintahan Yazid ibn Abd Al-Malik. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa
pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam ibn Abd Al-Malik (724-743 M). Bahkan
di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi
pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu bersal dari kalangan Bani Hasim yang
didukung oleh mawali dan merupakan ancaman yang serius. Dalam perkembangan berikutnya,
kekuatan baru ini mampu menggulingkan Dinasti Umayyah. Dan menggantikannya
dengan dinasti Baru, Bnai Abbas. Sebenrnya Hisyam ibn Abd Al-Malik adalah
seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi karena gerakan oposisi
terlalu kuat khalifah tidak berdaya mematahkannya.
Sepeninggal Hisyam
ibn Abd Al-Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang terampil bukan hanya
lemah tapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi.
Akhirnya pada tahun 750 M, daulah Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu
dengan Abu Muslim Al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani
Umayyah melarikan diri ke Mesir, di tangkap dan dibunuh disana.
- Indikator keberhasilan dan kemunduran Bani Umayyah
Ada beberapa
faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawawnya kepada
kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain :
1.
Sistem pergantian Khalifah melalui garis keturunan
adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab, yang lebih menekankan aspek
senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian
khalifah inilah yang menyebabkan terjadinya persaingan tidak sehat dikalangan
anggota keluarga Istana.
2.
Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah
tidak bisa dipisahkan dengan konflik yang terjadi dimasa Ali. Sisa-sisa Syi’ah (pengikut
Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti
dimasa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti dimasa pertengahan
kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banya menyedot
kekuatan pemerintah.
3.
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis
antara suku Arabia Utara (Bani Qasy) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah
ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan
para Penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan
kesatuan. Di samping itu, sebagian besar mawali (Non-Arab), terutama di Irak
dan wilyah bagian Timur lainnya. Merasa tidak puas karena status mawali itu
menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang
diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4.
Lemahnya pemerintahan daulah Bani Umayyah juga di
sebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan Istana sehingga anak-anak khalifah
tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan.
Di samping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa
terhadap perkembangan adama sangat kurang.\
5.
Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti
Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan
Al-Abbas ibn Abd Al-Muthalid. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani
Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum Mawali yang merasa dikelas duakan oleh
pemerintahan Bani Umayyah.
Adapun faktor
yang mempengaruhi keberhasilan-keberhasilan pembangunan politiknya adalah :
1.
Dukungan yang kuat dari masyarakat Syiria dan dari
keluarga Bani Umayyah.
2.
Sebagai administrator, Muawiyah mampu berbuat secara
bijak dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting.
3.
Muawiyah memiliki kemampuan yang lebih sebagai
negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat (hilm) sifat tertinggi yang dimiliki
oleh para pembesar Makkah zaman dahulu, yang mana seorang manusia hilm seperti
Muawiyah dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan
yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Bani Umayyah
merubah sistesm politik dari musyawaroh (demokrasi) ke sistem monarki pada
masanya Muawiyyah. Dampak dari itu menimbulkan kembalinya kesejahteraan
masyarakat. Masyarakat merasakan kehidupan yang aman dan tenang. Adapula yang
tak sependapat dengan di rubahnya sistem politk tersebut. Sehingga banyak
menimbulkan pemberontakan dan perpecahan. Dan tak lepas dari itu, sikap dari
pemimpin itu sendiri yang mendorong untuk berhasil atau hancurnya suatu kaum.
Daftar Pustaka
Yatim, Badri. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada
Sunanto, Musyarifah. 2003.
Sejarah Islam Klasik. Jakarta,
Prenada Media
Taufik, M. Lc, Ali
Nurdin. 2013. Ensiklopedi Sejarah Islam.
Jakarta, Pustaka Al-Kautsar
Las Vegas' first all-new all-new all-new all-new all-new all-new all-new all-new
BalasHapusThe $4.5 billion-plus 청주 출장마사지 resort 영천 출장샵 opened in June 2018. The casino is 안동 출장샵 scheduled to open 경산 출장안마 in 2022. The Wynn Las 동해 출장샵 Vegas opened on