Rabu, 07 Juni 2017

TINGKATAN TASAWUF



Istiqomah
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata : “Istiqamah adalah derajat yangmenjadikan urusan-urusan seseorang menjadi baik dansempurna, danmemungkinkannya untuk mencapai manfaat secara tetap danteratur. Upaya dan perjuangan orang yang tidak teguhhatiakan sia-sia.”
Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menjelaskan : “Ada tiga derajatistiqamah. Menegakkan segala sesuatu (takwim), meluruskansegalasesuatu (iqamah) berlaku teguh (istiqamah). Taqwim me-nyangkut disiplinjiwa; iqamah berkaitan denganpenyempurna-an hati; dan istiqamahberhubungan dengan tindak mendekat kepada Allah dengan jalan sirri.”
Ikhlas
Ikhlas berarti bermaksud menjadikan Allah swt. Sebagai Satu-satunyasesembahan. Sikap taat dimaksudkan adalah taqarrub kepada Allah swt.mengesampingkan yang lain dari makhluk, apakah itu sifat memperolehpujian atau pun peghormatan dari manusia. Atatupun konotasi kehendakselain taqarrub kepada Allah swt. semata.
Nabi saw. ditanya, apakah ikhlas itu? Nabi saw. bersabda :
“Aku bertanya kepada Jibril as. Tentang ikhlas, apakah ikhlas itu? LaluJibril berkata : “Aku bertanya kepada Tuhan Yang Maha Suci tentangikhlas, apakah sebenarnya? Allah swt. menjawab “Suatu rahasia darirahasia-Ku yang Aku tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang kucintai.”(Hr. Al-Qazwini, riwayat dari Hudzaifah).
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata : “Keikhlasan adalah menjaga diri daricampur tangan makhluk, dan sifat shidq berarti membersihkan diri darikesadaran akan diri sendiri. Orang yang ikhlas tidaklah bersikap riya’ danorang yang jujur tidaklah takjub pada diri sendiri.”
Dzun Nuun berkata : “Kekikhlasan adalah apa yag dilindungi darikerusakan musuh.”
Huszaifah al-Mar’asyi berkomentar : “Keikhlasan berarti bahwa perbuatansi hamba adalah sama, baik lahir maupun batinnya.”

Kejujuran

Kejujuran (shidq) adalah tiang penopang segala persoalan, dengannya kesempurnaan dalam menempuh jalan ini tercapai, dan melaluinya pula ada tata aturan. Kejujuran mengiringi derajat kenabian, sebagaimana difirmankan Allah swt. :
“.... Maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu para Nabi dan orang-orang yang menetapi kejujuran (Shiddiqin) para syuhada’ dan orang-orang ssaleh.” (Qs. An-Nisa’ :69).
Abu Sa’id al-Qurasyi mengatakan : “Orang yang jujur adalah orang yang siap mati dan tidak akan malu jika rahasianya diungkapkan. Allah swt. berfirman : “Maka, inginkanlah kematian, jika kamu orang-orang yang jujur.” (Qs. Al-Baqarah :94
Al-Wasithy berkata : “Kejujuran adalah keyakinan yang kokoh terhadap tauhid bersama-sama dengan niat.”

Malu
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:“Malu adalah sebagian dari iman.” (H.r. Tirmidzi).
Juga sabda beliau suatu hari kepada para sahabtnya :“Malulah kamu sekalian di hadapan Allah dengan malu yangsebenar-benarnya.”Mereka berkata : “Tapi kami sudah merasa malu, wahai NabiAllah, dan segala puji bagi-Nya!.” Beliau bersabda : “Itubukanlah malu yangsebenarnya. Orang yang ingin malu dengan sebenar-benarnya di hadapanAllah swt. hendaklah menjaga pikiran dan bisikan hatinya, hendaklah iamenjaga perutnya dan apa yang dimakannya, hendaklah ia mengingatmati dan fitnah kubur. Orang yang menghendaki Akhirat hendaklahmeninggalkan perhiasan-perhiasan kehidupan duniawi. Orang yangmelakukan semua ini. Berarti ia memiliki rasa malu yang sebenarnya dihadapan Allah.” (H.r. Tirmidzi dan Hakim dan dishahihkan oleh Al-Hakim).
Dzun Nuun al-Mishry berkata : “Malu berarti bahwa engkau merasakankegentaran dalam hatimu, sangat takut akan masa lalu yang telah engkaulakukan di hadapan Allah swt.” Ia juga mengatakan : “Cinta membuatorang berbicara, malu membuat orang terdiam, dan takut membuat oranggelisah.”
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Malu berarti meninggalkansemua tendensi di hadapan Allah swt.

Kebebasan
Syeikh berkata : “Kebebasan berarti bahwa si hamba bebas dari belenggusesama makhluk; kekuasaan makhluk tidak berlaku atas dirinya. Tandaabsahnya kebebasan adalah, bahwa tersingkirnya pembedaan tentangsegala hal dalam hatinya, sehingga semua gejala duniawi sama dihadapannya.”
Al-Husain bin Mnashur berkomentar : “Ketika orang mencapai maqamubudiyah, segalanya tampak bebas dari belengguubudiyah, Lalu iamelakukannya tanpa beban, Itulah maqam para Nabi dan kaum shiddiqin.Maksudnya, ia sendiri dipikul oleh maqam tersebut; tanpa kesusahan,walaupun tetap konsisten dengan syariat.”
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Orang yang datang ke dunia inidalam keadaan bebas darinya, akan berangkat ke akhirat dalam keadaanbebas pula.” Dalam sebuah ucapannya pula: “Orang yang hidup di duniadalam keadaan bebas dari dunia, akan bebas pula dari akhirat.”
Syeikh berkata : “Ketahuilah bahwa hakikat kebebasan diperoleh darikesempurnaan ubudiyah, sebab jika ubudiyahnya benar, makakebebasannya dari belenggu akan sempurna. Mengenai mereka yangmenghayalkan bahwa ada waktu dimana seseorang boleh melepaskanibadat dan berpaling dari hukum yang tersirat dalam perintah danlarangan Allah swt. sementara dirinya dalam keadaan mukallaf, makatindakan itu keluar dari agama.”


Dzikir
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata : Dzikir adalah tiang penopang yangsangat kuat atas jalan menuju Allah swt. Sungguh, ia adalah landasanbagi tharikat itu sendiri. Tidak seorang pun dapat mencapai Allah swt.kecuali dengan terus menerus dzikir kepada-Nya.”
Ada dua macam Dzikir : Dzikir lisan dan dzikir hati. Si hamba mencapaitaraf dzikir hati dengan melakukan dzikir lisan. Tetapi dzikir hati lah yangmembuahkan pengaruh sejati. Manakala seseorang melakukan dzikirdengan lisan dan hatinya sekaligus, maka ia mencapai kesempurnaandalam suluknya.”
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkomentar : “Dzikir adalah tebran kewalian.Seseorang yang dianugerahi keberhasilan dalam dzikir berati telahdianugerahi taburan itu, dan orang yang tidak dianugerahinya berarti telahdipecat.
Ketika al-Wasithy ditanya tentag dzikir, menjelaskan : “Dzikir berartimeninggalkan bidang kealpaan dan memasuki bidang musyahadahmengalahkan rasa takut dan disertai kecintaan yang luar biasa.”
Dzun Nuun al-Mishry menegaskan : “Seorang yang benar-benardzikirkepada Allah akan lupa segala sesuatu selain dzikirnya. Allah akanmelindunginya dari segala sesuatu, dan ia diberi ganti dari segalasesuatu.”
Di antara karakter dzikir adalah, bahwa dzikir tidak terbatas pada waktuwaktutertentu, kecuali si hamba diperintahkan untuk ber dzikir kepadaAllah di setiap waktu, entah sebagai kewajibanataupun sunnah saja. Akantetapi,shalat sehari-hari, meskipun merupakan amal ibadahtermulia,dilarang pada waktu-waktu tertentu.
Dzikir dalam hatibersifat terus-menerus, dalam kondisi apa pun, Allah swt. Berfirman:“Yaitu orang-orang yang dzikir kepada Allah, baik sambil berdiri atau dudukatau dalam keadaan berbaring (tidur).” (Qs. Ali Imran :191).

Futuwah
Al-Fudhail menegaskan : “Futuwwah berarti memafkan kesalahan sesamamanusia.”Dikatakan pula : “Futuwwah berarti seseorang tidak menganggap dirinyalebih tinggi dan orang lain.”
Abu Bakr al-Warraq menegaskan : “Orang yang bersifat Futuwwah adalahmereka yang tidak punya musuh.”
Muhammad bin Ali at-Tirmidzy menjelaskan : “Futuwwah berartiengkauadalah musuh bagi dirimu sendiri, demi Tuhanmu.”
Dikatakan : “Manusia yang memiliki sifat Futuwwah tidak akan pernahmemusuhi siap pun.”
Ketika al-Junayd ditanya tentang futuwwah, dijawabnya, “Futuwwah artinya engkau tidak membenci orang miskin tapi juga tidak konfontrasidengan orang kaya.”
AN-Nashr Abadzy berkomentar : “Muru’ah merupakan bagian darifutuwwah. Ia berarti berpaling dari dunia dan akhirat, dengan banggamenjauhi kedunya.”Muhammad bin Ali at-Tirmidzimengatakan : “Futuwwah berarti bahwa hahalyang langgengmaupun yang musnah sama saja bagi diri Anda.”
Ahmad bin Hanbal ditanya : “Apakah futuwwah itu?” dan beliau menjawab: “Futuwwah artinya meninggalkan apa yang engkau inginkan demi apayang engkau takuti.”
Ditanyakan kepada salah seorang Sufi : “Apakah futuwwah itu?” Iamenjawab : “Futuwwah artinya engkau tidak membedakan makanbersama dengan seorang wali ataukah seorang kafir.”
Al-Junayd mengatakan : “Futuwwah artinya menahan diri dari menyakitihati orang dan menawarkan kemurahan hati.”
Sahl bin Abdullah menjelaskan : “Futuwwah artinya mengikuti sunnah.”Dikatakan : “Futuwwah artinya setia dan menjaga ketetapan Allah.”Dikatakan juga : “Futuwwah adalah perbuatan bijak yang engkau lakukantanpa melihat dirimu dalam perbuatan itu.”Dikatakan : “Futuwwah artinya engkau tidak berpaling manakala seorangyang membutuhkan datang mendekatimu.”
Ada yang berpendapat : “Futuwwah artinya engkau tidak menutup diri dariorang yang mencarimu.”Pendapat lain :“Futuwwah artinya engkau tidak menumpuk-numpuk hartakekayaanmu dan tidak mencari-cari alasan (jika diminta).”Dikatakan : “Futuwwah artinya menampakkan nikmat, danmenyembunyikan cobaan.”Yang lain berkata : “Futuwwah artinya bahwa jika engkau mengundangsepuluh orang tamu, maka engkau tidak akanterpengaruh jika yangdatang sembilan atau pun sebelas orang.”Dikatakan : “Futuwwah artinya meninggalkan segala bentukperbedaan.”
Diriwayatkan bahwa Syaqiq al-Balkhy bertanya kepada Ja’far binMuhammad (ash-Shadiq) tentang futuwwah. Kata Ja’far balik bertanya :“Apakah pendapatmu?” Syaqiq menjawab : “Futuwwah, jika kita diberisesuatu, kita bersyukur dan jika tidak diberi, kitabersabar.”

Firasat
Firasat adalah nuansa yang datang meyelusup secara tiba-tiba ke dalamhati, yang menafikan segala sesuatu yangberlawa-nan dengannya; dengandemikian ia memiliki ketentuan hukum dalam hati.
Firasat mempunyaiakar kata yang sama dengan kata farisah, yang berarti mangsa binatangbuas. Jiwa si hamba tidak dapat me-nentang firasat, yang merupakankriteria potensi keimanan.Siapapun yang lebih kuat imannya, lebih tajampula firasatnya.
Muhammad al-Wasithy mengatakan : “Firasat terdiri dari cahaya yangcemerlang dalam hati, yang membuat si ahli ma’rifat mampu membawarahasia-rahasia dari satu alam ghaib lainnya,sedemikian rupa, hingga iadapat melihat hal-hal dengan caradimana Allah swt, memperlihatkankepdanya, hingga ia dapatber-bicara melalui sukma budinya”.
Muhammad al-Kattany berkata : “Firasat adalah mukasyafah dalam tahapyakin, dan menyatakan kegaiban. Ia adalah salah satu tahapan keimanan.”
Abu Ja’far al-Haddad berkata : “Firasat adalah kilasanperta-maintuisitanpa kontra hati. Jika suatu intuisi datang kemudian dan berlawanan, itutidak lebih dari kata hawa nafsu.”

Akhlak
Akhlak yang baik adalah keutamaan sejarah hidup hamba; sehinggamutiara-mutiara seseorang dapat tampak. Manusia itu terlapisi olehfisiknya, namun terungkap oleh akhlaknya.
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq juga berkta : “Allah swt. menganugerahi Nabi-Nya saw. dengan keistimewaan sifat beliau, dengan pujian yang samasekali tidak pernah dipujikan kepada makhluk lain. Karena itu Allah swt.berfirman : “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yangluhur.”
Muhammad al-Wasithy mengatakan : “Allah swt. memberi predikat beliaudengan akhlak yang agung, karena beliaumerela-kan diri dari dunia danakhiratnya, dan merasa puas hanya dengan Allah swt. semata.” Al-Wasithyjuga mengatakan : “Akhlak yngmulia berarti orang tidak bertengkardengan orang lain, tidakmemushi oleh mereka, karena hamba itu diluapikedahsyatanma’rifat kepada Allah swt.”
Al-Husain bin Manshur menjelaskan : “Akhlak mulia adalah, bahwa engkautidak terpengaruh kekasaran orang banyak, setelah engkaumemperhatikan Al-Haq.”
Abu Sa’id al-Kharraz mengatakan : “Akhlak mulia berarti engkau tidakmempunyai cita-cita selain Allah swt.”
AL-Kattany menegaskan : “Tasawuf adalah akhlak. Barangsiapabertambah dalam akhlak berarti bertambah pula dalam tasawuf.”Riwayat dari Ibnu Umar r.a. yang mengatakan :“Jika engkau mendengaraku mengatakan kepada seorang budak.” Semoga Allah melaknatimu.”Maka saksikanlah bahwa aku telahmemerdekakannya.”
Abdullah bin Muhammad ar-Razy mengatakan : “Akhlakberartimemandang rendah apa pun yang datang darimu, danmengagungkanyang datang dari Alalh swt.”
Syah al-Kirmany menuturkan : “Satu tanda akhlak yang baik adalah, bahwaengkau mencegah bahaya, dan secara relamena-nggung kerugian yangmereka timpakan kepadamu.”
Ketika Abu Hafs ditanya tentang akhlak, ia mengatakan : “Akhlak adalahpilihan Allah swt. untuk Nabi-Nya saw. dalam firman-Nya : “Jadilah engkaupemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf.” (Qs. Al-A’raf :119).
Dikatakan : “Akhlak berarti engaku dekat orang banyak, tapi asing terhadapurusan mereka.”Dikatakan pula : “Akhlak yang baik adalah bagaimana menerima perlakuankasar manusia dan ketentuan Al-Haq tanpa merasa sedih dan cemas.”
Dikatakan bahwa Abu Dzar memberi minum untanya di sebuah bak kolamair. Tiba-tiba ada sebagian orang yangmenabraknya. Bak air itu pecah.AbuDzar duduk, kemudianberbaring. Seseorang bertanya kepadanyamengapa berbuat begitu. Ia menjawab “Rasulullah saw. Memerintahkankita, bahwa jika seseorang merasa marah, hendaklah ia duduk sampaimarahnya reda. Jika tidak reda juga, hendaklah ia berbaring.”
Al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata : “Akhlak yang baik berarti menanggung penderitaan denganpenuh kegembiraan.”




Kedermawanan Hati
Tidak ada perbedaan dalam bahasa ilmu pengetahuan antara kata juuddan sakha’. Allah tidak digambarkan dengan sifat sakah’ hanya karenatidak adanya ketentuan pasti dari-Nya. Hakikat murah hati (juud),manakala seseorang tidak merasa keberatan ketika mencurahkan dirinyakepada orang lain.
Sementara sebagian kalangan Sufi, derma (sakha’) adalah tahap pertama,disusul oleh Juud, kemudian memprioritaskan orang lain (itsar). Orangyang memberikan kepada sebagian manusia dan menyisakan untuksebagian lainnya, ia adalah pemilik sakah’. Sedangkan orang yangmenyerahkan lebih banyak miliknya, dan menyisakan sedikit untuk dirinya,ia adalah orang yang memiliki juud. Orang yang berada dalam keadaansangat membutuhkan, tetapi masih mengutamakan kebutuhan orang lain
dengan memberikan miliknya yang hanya cukup untuk hidupnya, itulahsifat itsar.
Ubaydullahberkata  “Kedermawanan hati berarti bertindak pada saat munculnyainstik yang pertama.”
Abdullah bin Mubarak berkata : “Kemurahan jiwa dengan tidak menengokmilik orang lain lebih baik dari kemurahan hati dalam memberikan miliksendiri.”
Salah seorang Sufi berkata : “Pada suatu hari yang sangatdi-ngin aku pergike Bisyr ibnul Harits. Ia telah melepskan sebagiandari pakaiannya, danmenggil kedinginan. Aku bertanya kepadanya: “Wahai Abu Nashr, oranglain mengenakan pakaian tambahanpada hari seperti ini. Mengapa Andaberpakaian begitu tipis?” Iamenjawab : “Aku ingat kepada orang-orangmiskin dan keadaan mereka, dan aku tidak punya apa pun untuk diberikankepada mereka. Maka aku ingin sama-sama menderita seperti halnyamereka, kedinginan.”
Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Kedermawanan hati bukanlah jika orangkaya memberi kepada orang miskin. Kederma-wanan hakiki adalah jikaorang miskin memberi kepada orang kaya.”

Ghirah
Cemburu adalah rasa tidak suka jika orang lain memiliki sesuatu. Allahdigamabarkan bersifat Ghirah (cemburu), berarti bahwa Allah tidak ridhamanakala ada tuhan lain di sisi-Nya, yang sesungguhnya adalah Hak Allahketika hamba –Nya taat kepadan-Nya.
Sebagian Sufi berkata : “Cemburu adalah sifat orang-orang pemula. Orangyang sudah mencapai kemanunggalan tidaklah mengalami cemburu,tidak pula memiliki predikat ikhtiar, tidak pula peduli atas apa yang terjadidi kerajaan. Allah swt. sematalah yang lebih utama dari segalanya, dalamsegala ketentuan yang dikehendaki-Nya.”
Sa’id bin Salam al-Maghriby mengatakan : “Cemburu adalah amal paramurid. Sedangkan mereka yang telah mencapai hakikat kebenaran, tidakada rasa cemburu.”
Dulaf asy-Syibly menjelaskan : “Ada dua macam cemburu; Cemburumanusia satu sama lain dan cemburu Allah terhadap hati manusia.”Diteaskannya juga : “Cemburu Allah menyangkut nafas manusia, jika nafsitu dihembuskan untuk selain Alalh swt.”

Kewalian
Kata wali mempunyai dua makna. Yang pertama berasal dari bentuk fa’iil(subyek) dalam pengertian maf’ul (obyek). Artinya orang yang diambil alihkekuasaannya oleh Allah swt.
Arti yang kedua berasal dari bentuk fa’iil dalam pengertian penekanan(mubalaghah) dari faa’il. Yaitu orang yang secara aktif melaksanakanibadat kepada Allah dan mematuhi-Nya secara terus menerus tanpadiselingi kemaksiatan. Kedua arti ini mesti ada pada seorang wali untukbisa dianggap sebagai wali yang sebenarnya, dengan menegakkan hakhakAllah swt. atas dirinya sepenuhnya, disamping perlindungan Allah swt.padanya, di saat senang maupun susah.
Doa
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata : “Doa adalah kunci bagi setiapkebutuhan. Doa adalah tempat beristirahat bagi mereka yang
membutuhkan, tempat berteduh bagi yang terhimpit, kelegaan bagi
perindu.”
Sahl juga berkata : “Doa yang paling dekat untuk dikabulkan dalah doaseketika.” Yang maksudnya adalah doa yang terpaksa dipanjatkan olehseseorang dikarenakan kebutuhannya yang mendesak terhadap apa yangdidoakannya.
Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Mubarak berkata : “Sudah limapuluhtahun aku tidak beroda, dan aku tidak menginginkan orang lain berdoauntukku.”
Dikatakan : “ Doa adalah tangga bagi orang-orang yang berdosa.”Dikatakan juga : “Doa adalah saling bertukar pesan. Selama kedua pihaktetap bertukar demikian, semuanya akan baik.”Dikatakan : “Orang-orang yang berdosa mengucapkan doa denganairmata.”
AL-Kattany menyatakan : “Allah swt. Tidakmenganugerah-kan kaumberiman, untuk mengungkapkan rasa bersalah, kecuali untuk membukapintu kemaafan.”Dikatakan juga : “Beroda menyebabkan engkau hadir di hadorat Allah swt.Sedang dikabulkannya doamu menjadikan engkau berpaling menjauh.Dan berdiri saja di pintu, lebih baik daripada pergi dengan membawabalasan.”Dikatakan : Doa berarti menghadapAllah swt. dengan ungkapanrasamalu.”

Kefakiran

Kefakiran adalah simbol para wali dan hiasan para Sufi, pilihan Alalh swt. pada orang takwa piluhan dan para Nabi
Ketika Yahya bin Mu’adz ditanya tentang kefakiran, dia menjawab : “Hakikat kefakiran adalah bahwa seseorang tidak butuh lagi selain Allah, dan tanda kefakiran adalah tidak adanya harta benda.”
Ibrahim al-Qashshar mengatakan : “Kefakiran adalah pakaian yang mewariskan ridha, apabila fakir memakainya.”

Tasawuf
Kata Sufi telah menjadi sebutan umum bagi kelompok ini. Jadi seseorangdikatakan seoran Sufi dan kelompoknya disebut Sufiyah. Orang yang berusahamenjadi Sufi disebut mutashawwif, dan jumlahnya disebutmutashawwifah.Tidak ada bukti etimologis ataupun analogis dengan kata lain dalam bahasaArab yang bisa diturunkan dari sebutan Sufi. Penafsiran yang paling masuk akaladalah bahwa Sufi banyak serupa dengan laqab (gelar).
Ketika Muhammad al-Jurairiy ditanya tentang tasawuf, dia menjelaskan :“Tasawuf berarti memasuki setiap akhlak yang mulia dan keluar dari setiapakhllak yang tercela.”
Al-Junayd ditanya soal Tasawuf, ia menjawab : “Tasawuf artinya Allahmematikan dirimu dari dirimu, dan menghidupkan dirimu dengan-Nya.”
Al-Husain bin Manshur al-Hallaj, ketika ditanya tentang Sufi menjawab :“Kesendirianku dengan Dzat, tak seorang pun yang menerimanya, dan juga takmenerima siapapun.”
Abu Hamzah al-Baghdady berkata : “Tanda Sufi yang benar adalah dia menjadimiskin setelah kaya, hina setelah mulia, dan dia bersembunyi setelah terkenal.Tanda seorang Sufi palsu adalah dia menjadi kaya setelah miskin, menjadiobyek penghormatan tinggi setelah mengalami kehinaan, dan dia menjadimasyhur setelah tersembunyi.”
Amr bin Utsman al-Makky al-Qashshab mengatakan : “Tasawuf adalah ahlakmulia, dari orang yang mulia, di tengah-tengah kaum yang mulia.”
Ketika ditanaya tentag tasawuf, Sumnun berkata : “Tasawuf berarti engkautidak memiliki apa pun, tidak pula dimiliki oleh apa pun.”
Ruwaym ditanya tentang tasawuf : “Tasawuf artinya menyerahkan diri kepadaAllah dalam setiap keadaan ap pun yang dikehendaki-Nya.”
Al-Junay ditanya tentagn Tasawuf : “Tasawuf adalah engkau berada sematamatabersama Allah Swt. tanpa keterikatan apa pun.”
Ruwaym bin Ahmad berkata : “Tasawuf didasarkan pada tiga sifat : memelukkemiskinan dan kefakiran, mencapai sifat hakikat dengan memberi, dengancara mendahulukan kepentingan orang lain atas kepentingan diri sendiri; danmeninggalkan sikap menentang dan memilih.”
Ma’ruf al-Kahkhy menjelaskan : “Tsawuf artinya memihak pada hakikat-hakikat,dan memutuskan harapan dari semua yang ada pada makhluk.”Muhammad bin Ali al-Kattany menegaskan : “Tasawuf adalah akhlak yang baik.Barangsiapa yang melebihimu dalam kahlak yang baik, berarti ia melebihimudalam tasawuf.”
Ahmad bin Muhammad ar-Rudzbary mengatakan : “Tasawuf adalh tinggal dipintu sang kekasih sekalipun engkau di usir.” Dia juga mengatakan : “Tasawufadalah sucinya taqarrub setelah kotornya kejauhan dari-Nya.”Syeikh Abu Sahl ash-Sha’luky berkata : “Tasawuf adalah berpaling dari sikapmenetang ketetapan Allah swt.”

Adab
Esensi adab adalah gabungan dari semua akhlak yang baik. Jadi orang yangberadab orang yang pada dirinya tergabung perilaku kebaikan, dari sinimunculah istilah ma’dubah yang berarti berkumpul untuk makan-makan.
Ibnu Atha’ berkata : “Adab berarti terpaku dengan hal-hal yang terpuji.”Seseorang bertanya : “Apa artinya itu?” Dia meenjawab : “Maksudku engkauharus mempraktikan adab kepada Allah swt. baik secara lahir dan batin. Jikaengkau berperilaku demikian, engkau memiliki adab, sekalipun bicaramu tidakseperti bicaranya orang Arab.”
Abdullah ibnul Mubarak menegaskan : “Orang berbeda pendapat mengenai apayagn disebut adab. Menurut kami, adab adalah mengenal diri.”
Dzun Nuun al-Mishry berkomentar : “Adab seorang ‘arif melampaui adabsiapapun. Sebab Allah yang dima’rifati yang mendidik hatinya.”
Tata aturan bepergian

Perlu diketahui, bahwa bepergian itu ada dua macam : Pertama : pergi secara fisik, yaitu berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dan kedua, bepergian secara ruhani, yaitu mendaki dari satu tangga sifat ke sifat lain. Banyak orang yang memandang bepergian dengan fisik mereka, dan sedikit sekali pandangan tentang bepergian melalui hati mereka. Abu Ya’kub as-Susy berkata : “Sorang musafir butuh empat hal dalam bepergiannya : ilmu sebagai pertimbangannya; Wara’sebagai pagarnya; kerinduan yang membebaninya; dan akhlak yang menjaganya.”
Dikatakan : “Bepergian menggunakan kata sifr (tulisan), karena merupakan catatan dari akhlak para tokoh.”

PERSAHABATAN

Persahabatan itu ada tiga macam : 1) Bersahabt dengan orang yang lebih atas dari Anda. Persahabatan ini pada hakikatnya lebih sebagai rasa bakti; 2). Bersahabat dengan orang yang ada di bawah Anda. Persahabatan ini menuntut agar Anda bersikap peduli dan kasih sayang. Sementara yang mengikuti Anda harus selalu serasi dan bersikap hormat. 3). Bersahabt dengan mereka yang memiliki kemampuan dan pandangan ruhani. Yaitu suatu persahabatan yang menuntut sikap memprioriatskan sepenuhnya kepada sahabtnya itu. Abu Yazid al-Bisthamy berkata : “Bersahabtlah kalian dengan Allah swt. Bila kalian tidak mampu, maka bersahabatlah dengan orang yang bersahabt dengan Allah swt. karena bersahabt dengannya bisa menghubungkan kalian kepada Allah swt. melalui berkat persahabatannya dengan Allah swt.”

TAUHID

Tauhid adalah suatu hubungan bahwa sesungguhnya Allah swt. Maha Esa, dan mengetahui bahwa sesuatu itu satu, bisa dikatakan tauhid pula.
Tauhid ada tiga kategori : Pertama, tauhdi Allah swt. bagi Allah swt. yakni ilmu-Nya bahwa sesungguhnya Dia adalah esa. Kedua, tauhidnya Allah swt. terhadap makhluk, yaitu ketentuan-Nya, bahwa hamba adalah yang menauhidkan dan menjadi ciptaan-Nya, atau disebut tauhidnya hamba. Ketiga, tauhidnya makhluk terhadap Alalh swt. yaitu pengetahuan bahwa Allah swt. Yang Maha Perkasa dan Agung adalah Maha Esa. Ketentuan dan Khabar dari-Nya, menegaskan bahwa Dia adalah Esa.
Manshur al-Maghriby berkata : “Tauhid adalah mengugurkan seluruh perantara ketika terliput oleh perilaku ruhani, dan kembali kepada perantara itu di sisi hukum, sebab kebajikan-kebajikan tidak akan merubah pembagian, apakah celaka atau bahagia.”

KELUAR DARI DUNIA

Riwayat dari Anas r.a. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda :
“Sesungguhnya seorang hamba akan berurusan dengan kesusahan maut dan sakaratul maut, dan sesungguhnya sendi-sendinya akan mengucapkan salam (perpisahan) satu sama lainya dengan kata-kata, “Alaikassalaam” engkau berpisah denganku, dan aku berpisah denganmu, sampai (jumpa) di hari kiamat nanti.”
Ahmad bin Atha’ berkata : “Aku mendengar salah seorang fakir berkata : “Ketika Yahya al-Ashtakhry akan meninggal, kami duduk di sekitarnya, lantas alah seorang di antara kami berkata : “Ucapkalah Asyhadu an-Laa Ilaaha Illallaah.” Lantas beliau duduk lurus, kemudian meraih tangan salah ssatu dari kami, dan berucap : Katakanlah, Asyhadu an-Laa Ilaaha Illaallaah.” Lalu meraih tangan yang lain sampai syahadt tersebut merata pada semua hadirin. Barulah kemudian beliau meninggal.”

MA’RIFAT

Ditinjau dari segi bahasa, para ulama mengartikan ma’rifat adalah ilmu. Semua ilmu adalah disebut ma’rifat, dan semua ma’rifat adalah ilmu, dan setiap orang yang mempunyai ilmu (‘alim) tentang Allah swt. berarti seorang yagn ‘arif, dan setiap yang ‘arif berarti ‘alim. Tetapi di kalangan Sufi, ma’rifat adalah sifat dari orang yang mengenal Allah swt, melalui Nama-nama serta Sifat-sifat-Nya dan berlaku tulus kepada Allah swt, dengan muamalatnya, kemudian menyucikan dirinya dari sifat-sifat yang rendah dan cacat, yang terpaku lama di pintu (ruhani), dan yang senantiasa i’tikaf dalam hatinya. Kemudian dia menikmati keindahan dekat hadirat-Nya, yang mengukuhkan ketulusannya dalam semua keadaannya. Memutus segala kotoran jiwanaya, dan dia mencondongkan hatinya kepada pikiran apa pun selain Alalh swt. sehingga ia menjadi orang asing di kalangan makhluk. Ia menjadi bebas dari bencana dirinya, bersih dan tenang, senantiasa abadi dalam sukacita bersama Allah swt. dalam munajatnya. Di setiap detik senantiasa kembali kepada-Nya, senantiasa berbicara dari sisi Al-Haq melalui pengenalan rahasia-rahasia-Nya. Dan ketika Allah swt. mengilhaminya dengan membuatnya menydari rahasia-rahasia-Nya akan takdirnya, maka pada saat itu ia disebut Muhammad ibnul Dadhl berkata : “Ma’rifat adalah hidupnya hati bersama Allah swt.”

Cinta

Cinta (mahabbah) adalah kondisi yang mulia yang telah disaksikan Allah swt. melalui cinta itu bagi hamba, dan Dia telah mempermaklumkan cinta-Nya kepada si hamba pula. Dan karenanya Allah swt. disifati sebagai Yang Mencintai hamba, dan si hamba disifati sebagai yang mencintai Allah swt.
Abu Yazid al-Bisthamy berkata : “Cinta adalah membebaskan hal-hal sebesar apa pun yang datang dari dirimu, dan membesar-besarkan hal-hal kecil yang datang dari kekasihmu.”
Sahl mengatakan : “Cinta berarti memeluk ketaatan dan berpisah dari sikap kontra.”
Al-Junayd ditanya tentang cinta, dia menjawab : “Cinta berarti merasuknya sifat-sifat Sang Kekasih mengambil alih sifat-sifat pecinta.”

Rindu

Rindu adalah keadaan gairah hati yang berharap untuk berjumpa dengan Sang Kekasih. Kadar rindu tergantung besar volume cinta.
Salah seorang Sufi menyatakan : “Rindu adalah kobaran dari jiwa, dan apinya menjilat-jilat ketika berpisah. Bila pertemeuan tiba, api itu jadi padam. Bila yang dominan pada rahasia batinnya adalah penyaksian sang kekasih, kerinduan tak melintas lagi.”
Abu Abdullah bin Khafif mengatakan : “Rindu adalah hembusan kalbu yang muncul karena pesona, kecintaan untuk bertemu dan rasa ingin berdekatan.”

Menjaga perasaan guru

Rasulullah saw. bersabda : “Orang muda yang tidak menghormati seorang guru (Syeikh) karena usianya, melainkan Allah akan menakdirkan baginya, kelak orang akan menghormati dirinya saat usianya sudah tua.” (H.r. Tirmidzi).
Saya mendengar Ahmad bin Yahya al-Abiwady – rahimahullah ta’ala – berkata : “Barangsiapa syeikhnya ridha, ia tidak akan menyimpang pada saat hidupnya, dengan maksud agar rasa ta’dzimnya kepda syeikh tersebut tidak hilang. Apabila syeikh telah meninggal dunia Allah swt. akan menampakkan balasan ridhanya syeikh kepadanya. Namun, barangsiapa membuat hatinya syeikh berubah, maka ia tak akan menyipang pada zaman syeikh tersebut hidup, karena ia tak ingin membelenggunya. Mereka senantiasa memiliki karakter untuk menghormati. Apabila syeikh tersebut meninggal dunia, maka pada saat itulah muncul suatu penyimpangan sepeninggalnya.”







Sima’

Abu Ya’qub Ishhaq an-Nahrajury ditanya soal sima’, dia menjawab : “Suatu tingkah aku yang mendorong kembali kepada rahasia jiwa dari sisi peleburan.
Saya mendengar syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. lberkata : “Sima’ adalah watak, kecualid ari arah syariat, dan asing kecuali dari yang benar, dan fitnah kecuali dari sisi pelajaran.”
Disebutkan, sima’ ada dua macam : “Sima’ dengan syarat adanya pengetahuan dan kesadaran. Di antara syarat pemiliknya adalah mengenal Asma’ dan Sifa-sifat. Bila tidak, sima’ akan emnceburkan dalam kekufuran murni. Dan berikutnya adalah sima’ dengan syarat adanya tingkah ruhani. Syarat penyimaknya haruslah fana’ dari segala tingkah laku kemanusiaan, dan bersih dari pengaruh-pengaruh duniawi, dengan menampilkan aturan-aturan hukum hakikat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERAN MAHASISWA DALAM MENCARI SOLUSI PENGEMBANGAN

PERAN MAHASISWA DALAM MENCARI SOLUSI PENGEMBANGAN BUDAYA JAWA MAKALAH Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah : Islam dan B...