Rabu, 07 Juni 2017

Psikologi Agama



I.     PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk berketuhanan yaitu makhluk yang meyakini adanya Tuhan. Dalam kehidupan manusia fase terpenting yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan keagamaan seseorang adalah fase anak-anak. Karena fase awal inilah yang akan mempengaruhi baik atau buruknya perkembangan agama seseorang.
Kita sebagai manusia tentu harus mengerti dan memahami bagaimanakah proses perkembangan agama seorang anak, karena suatu saat pasti kita akan memiliki keluarga. Oleh karena itu makalah ini akan membahas perkembangan agama pada masa anak-anak.
Psikologi anak mengkaji perkembangan mental anak sebagai bidang perhatiannya. Sehubungan dnegan hal ini, psikologi anak harus dibedakan dengan psikologi genetik, walaupun termasuk perangkat penting dalam disiplin ini.[1]
II.   RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah hakikat diciptakannya manusia?
2. Bagaimanakah timbulnya jiwa keagamaan pada anak?
3. Bagaimanakah perkembangan agama pada anak-anak?
4. Bagaimanakah sifat agama pada anak-anak?








                                                                                                                    



III. PEMBAHASAN
A. Hakikat Diciptakannya Manusia.
Manusia diciptakan oleh tuhan dengan bentuk yang sem[urna bila dibandingkat dengan makhluk yang lain. Manusia juga dibekali akal agar dapat menjalani kehidupan dan mengelola bumi dengan lebih baik. Bekal terakhir inilah yang membedakan manusia dengan makhluk yang lainnya, yakni manusia adalah mahkluk hidup yang berakal.
Bila ditinjau dari ajaran islam, setidaknya ada dua tujuan dari diciptakannya manusia kedunia ini, yakni sebagai abdi dan sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai abdi, manusia berkewajiban untuk patuh dan taat kepada Tuhan yang menciptakannya, sebagai khalifah, manusia berperan sebagai wakil Tuhan untuk bisa mengelola kehidupan di bumi ini dengan baik.[2]
B. Timbulnya Jiwa Keagamaan Pada Anak
Menurut beberapa ahli, anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk yang religius. Anak yang baru dilahirkan lebih mirip binatang, bahkan mereka mengatakan anak sesekor kera lebih bersifat kemanusiaan dari pada bayi manusia itu sendiri. Selain itu, ada pula yang berpendapat sebaliknya, bahwa anak sejak dilahirkan membawa fitrah keagamaan. Fitrah ini baru berfungsi dikemudian hari melalui proses bimbingan dan latihan setelah berada pada tahap kematanga.
Menurut tinjauan, pendapat bayi dianggap sebagai manusia dipandang dari segi bentuk dan bukan kejiwaan. Apabila bakat elementer bayi lambat bertumbuh dan matang, maka agak sukarlah untuk melihat adanya keagamaan pada dirinya. Meskipun demikian, ada yang berpendapat, bahwa tanda-tanda kegamaan pada dirinya tumbuh terjalin secara integral dengan perkembangan fungsi-fungsi kejiwaan lainnya. Jika demikian, maka apakah faktor yang dominan dalam perkembangan ini?
Dalam membahas masalah tersebut marilah kita kemukakan beberapa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak antara lain:[3]
1. Rasa ketergantungan (Sence of Depend)
Teori ini dikemukaan oleh Thomas melalui teori Four Wishes. Menurutnya, manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat keinginan yaitu: keinginan untuk perlindungan (security), keinginan akan pengalaman baru (next experience), keinginan untuk mendapatkan tanggapan (respons), keinginan untuk dikenal ( reognation). Berdasarkan kenyataan dan kerjasama dari keempat keinginan itu, maka sejak bayi dilahirkan hidup dalam ketergantungan, melalui pengalaman-pengalamanan yang diterimanya dari lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa keamanan pada diri seorang anak.
2. Insting Keagamaan
Menurut Woodworth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa insting di antaranya insting keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi keagamaan yang menopang lematangan fungsinya insting ini belum sempurna. Misalnya, insting sosial anak sebagai potensi bawaanya sebagai makhluk homo socius, baru akan berfungsi setelah anak dapat bergaul dan berkamampuan untuk berkomunikasi. Jadi, insting sosial itu tergantung dari kematangan fungsi lainnya. Demikian pula insting keagamaan.
C. Perkembangan Agama Pada Anak-Anak
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak itu melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development of Religious of Children, ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu melalui tiga tingkatan, yaitu:[4]
1. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Tingkat ini dimulai pada anak yang berusia 3-8 tahun. Pada tingkatan ini konsep mengenai tuhan lebih dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa ini masih banyak dipengaruhi kehidupan fantasi, hingga dalam menggapai agama pun anal masih menggunakan konsep fantasis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal.
2. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)
Tingkat ini dimulai sehak anak masuk sekolah dasar ke usia (masa usia) adolesense. Pada masa ini, ide ke-Tuhanan sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan pada kenyataan (realitas). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide keagamaan anak didasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep tuhan yang formalis. Berdasarkan hal itu, maka pada masa ini anak-anak tertarik dan senang pada lembaga keagamaan yang mereka lihat dikelola oleh orang dewasa dalam lingkungan mereka. Segala bentuk tindak (amal) keagamaan mereka ikuti dan pelajari dengan penuh minat.
3. The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaaan yang individualistis ini terbagi atas tiga golongan, yaitu:
a. konsep ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luar
b. konsep ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan)
c. konsep ketuhanan yang bersifa humanistik. Agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkah dipengaruhi oleh faktor intern, yaitu perkembangan usia dan faktor ekstern berupa pengaruh luar yang dialaminya.
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sebenarnya potensi agaa sudah ada pada setiap manusia sejak ia dilahirkan. Potensi ini berupa dorongan untuk mengabdi kepada sang pencipta. Dalam termolohi islam, dorongan ini dikenal dengan hidayat al-Diniyah, berupa beniih-benih keagamaan yang dianugrahkan Tuhn kepada manusia. Dengan adanya potensi bawaan ini manuisa pada hakikatnya adalah makhluk beragama.
D. Sifat-sifat Agama Pada Anak
Memahami konsep keagamaan pada anak-anak berarti memahami sifat agama pada anak-anak. Sesuai dengan ciri-ciri yang mereka miliki. Maka sifat agama pada anak tumbuh dengan mengikuti polaideas concept on outhority. Ide keagamaa pada anak hampir sepenuhnya autoritarius, maksudnya. Konsep keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka. Hal tersebut dapat dimengerti karena anak sejak usia mudatelah melihat dan mempelajari hal-hal yang berada di luar diri mereka. Mereka telah melihat dan mengikuti apa yang di kerjakan dan dilakukan oleh kedua orang tua merekatentang sesuatu yang berhubungan tentang kemashlakatan agama. Berdasarkan hal itu, maka entuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi atas:
1. Unreflektive (Tidak Mendalam)
Dalam penelitian Machion tentang sejumlah konsep ke-Tuhanan pada diri anak, 73% mereka menganggap tuhan itu bersifat seperti manusia. Dengan demikian, anggapan mereka tentang ajaran agama dapat saja mereka terima tanpa adanya kritik. Kebenaran yang mereka terima tidak mendalam, sehingga cukup sekadarnya saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang kadang-kadang kurang masuk akal. Meskipun demikian, pada beberapa anak memiliki ketajaman pikiran untuk menimbang pendapat yang mereka terima dari orang lain.
2. Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia perkembangannya dn akan berkembang sejaran dengan pertambahan pengalamannya. Apabila kesadaran akan diri itu mulai subur pada diri anak, maka akan tumbuh kerahuan pada rasa egonya. Semakin tumbuh semakin meningkat pula egoisnya. Sehubungan dengan hal itu, maka dalam masalah agama anak telah menonjolkan kepentinagn dirinya dan telah menuntut konsep keagamaaan yang mereka pandang dari kesenangan pribadinya. Seorang anak yang kurang mendapat kasih dayang dan selalu mengalami tekanan akan bersifat kekanak-kanakan (chidrish) dan memiliki sifat ego yang rendah. Hal demikian menganggu pertumbuhan keagamaannya.
3.  Antropomorfisme
Pada umumnya, konsep mengenai ke-Tuhanan pada anak berasal dari hasil pengalamannya di kala ia berhubungan dengan orang lain. Tapi  suatu kenyataan bahwa konsep ketuhanan mereka tampak jelas menggambarkan aspek-aspek kemanusiaan. Umumnya dalam pemahaman anak-anak, tuhan itu berperilaku layaknya perilaku manusia. Tuhan digambarkan dalam sosok manusia.
Melalui konsep yang terbentuk dalam pikiran, mereka menganggap bahwa perikeadaan tuhan sama dengan manusia. Pekerjaan tuhan mencari dan menghukum orang berbuat jahat disaat orang itu berada didalam tempat yang gelap.
4. verbalis dan ritualis
Dari kenyatan yang kita alami ternyata, kehidupan agama pada anak-anak sebagian besar tumbuh mula-mula secara verbal (ucapan). Mereka menghafal secara verbal kalimat-kalimat kegamaan dan selain itu pula dari amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman menurut tuntunan yang diajarkan kepada mereka. Sepintas lalu kedua hal tersebut kurang ada hubungannya dengan perkembangan agama pada anak dimasa selanjutnya, tetapi menurut penyelidikan hal itu sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan agama anak itu di usia dewassa. Bukti menunjukan banyak orang dewasa yang taat karena pengaruh ajaran dan praktek keagamaan yang dilaksanakan pada masa kanak-kanak mereka. Sebaliknya belajar agama di usia dewasa banyak mengalami kesukaran.
5. Imitatif
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan bahwa tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Berdoa dan salat misalnya, mereka laksanakan hasil melihat dari perbuatan di lingkungan, baik berupa pembiasan maupun pembelajaran yang intensif. Para ahli jiwa menganggap bahwa dalam segala hal anak merupakan penuri yang ulung. Sifat peniru ini merupakan modal yang positif dalam pendidikan keagamaan pada anak.

6. Rasa Heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang tekahir pada anak. Berbeda dengan rasa kagum yang ada pada orang dewasa, maka rasa kagum pada anak ini belum bersifat kritis dan kritis. Mereka hanya kadum terhadap keindahan lahiriyah saja. Hal ini merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk mengenal sesuatu yang baru (new experience). Rasa kagum mereka dapat disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub.[5]

IV. KESIMPULAN
A. Timbulnya Jiwa Keagamaan Pada Anak
1. Rasa ketergantungan (Sence of Depend)
2. insting keagamaan
B. Perkembangan Agama Pada Anak-Anak
1. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)
2. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)
3. The Individual Stage (Tingkat Individu)
D. Sifat-sifat Agama Pada Anak
1. Unreflektive (Tidak Mendalam)
2. Egosentris
3.  antropomorfisme
4. verbalis dan ritualis
5. Imitatif
6. Rasa Heran
V. PENUTUP
Demikianlah makalah ini. tentu makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharap kritis dan saran dari pembaca untuk perbaikan dalam pembuatan makalah yang akan datang. Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Amin..



[1] Jean Piaget dan Barbel Inhelder, Psikologi Anak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm 2
[2] Akhmad Muhaimin Azzet, Mengembangkan Kecerdasan Sosial Bagi Anak, (Jogjakarta: Katahati, 2014), hlm 15-16
[3] Jalaludin, Psikologi Agama, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm 56-57
[4] Jalaludin, Psikologi Agama....hlm 58-59

[5] Jalaludin, Psikologi Agama,...hlm 61-65

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERAN MAHASISWA DALAM MENCARI SOLUSI PENGEMBANGAN

PERAN MAHASISWA DALAM MENCARI SOLUSI PENGEMBANGAN BUDAYA JAWA MAKALAH Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah : Islam dan B...